Senin, 15 November 2010

INCUMBENT

Oleh: Andriadi Achmad

Sepanjang tahun 2010 tercatat sekitar 246 daerah menyelenggarakan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada), antaralain terdiri dari 7 (tujuh) provinsi dan 239 kabupaten/kota. Pemilukada merupakan implikasi turunan dari kebijakan penerapan desentralisasi atau otonomi daerah, secara yuridis sebagaimana tertuang dalam pasal 56 UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bahwa kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat daerah bersangkutan.

Demokrasi memberi hak sama pada setiap warga negara, khususnya dalam mencalonkan diri sebagai kandidat kepala daerah. Para kepala daerah atau wakil kepala daerah sedang menjabat (incumbent) sejauh tidak menyalahi peraturan perundang-undangan berhak maju kembali dalam pemilukada. Sebagaimisal pada pemilukada 3 Juli 2010 lalu di provinsi Bengkulu diramaikan incumbent gubernur dan 5 incumbent bupati (Rejang Lebong, Lebong, Kepahiang, Muko-Muko, Seluma.

Secara realitas dari pemilukada Bengkulu tersebut, incumbent gubernur dan 4 incumbent bupati meraih kemenangan, kecuali incumbent di kabupaten Lebong. Bahkan di beberapa daerah para incumbent bisa memenangkan pertarungan dengan angka diatas 90 persen, seperti pasangan Joko Widodo – FX Hadi Rudyatmo di Kota Solo Jawa Tengah mendulang 90,09 persen suara; pasangan Herman Deru–Kholid Mawardi meraih 94,56 persen pada pemilukada Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur Sumatera Selatan.

Tidak ada jaminan incumbent terpilih kembali dalam bursa pemilukada, seperti pada pemilukada 30 Juni 2010 lalu di Sumatera Barat, incumbent Gubernur Marlis Rahman dikalahkan kandidat penantang Irwan Prayitno. Begitu juga di beberapa kabupaten/kota incumbent bupati menuai kekalahan, seperti di kabupaten Pasaman Barat, kabupaten Bangka Selatan, kota Dumai, kabupaten Indragiri Hulu, dan seterusnya.

Rekam jejak dan kinerja incumbent ketika berkuasa sangat menentukan, bila selama menjabat kepala daerah baik berposisi sebagai Gubernur, Bupati ataupun Walikota selalu membangun kepercayaan dan kedekatan dengan rakyat, peduli pada rakyat dan mencurahkan segala kemampuan dan pikirannya demi kemajuan wilayah dan rakyat. Dalam bentuk real, menjalankan program-program bersentuhan langsung dengan apa yang dibutuhkan masyarakat, seperti bidang ekonomi kerakyatan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Incumbent memiliki track record seperti ini sangat bepotensi dan dengan sangat mudah untuk terpilih kembali. Tetapi sebaliknya, incumbent yang tidak amanah dan tidak peka serta menjaga jarak terhadap rakyat secara mudah akan terdepak dan cenderung ditinggalkan rakyat.

Dalam hal ini, kehadiran incumbent setidaknya mempunyai beberapa keunggulan baik bersifat positif maupun negatif. Pertama, didukung tingkat popularitas dan elektabilitas lebih tinggi. Sudah sejawarnya jabatan sebagai gubernur, Bupati atau walikota menyebabkan incumbent unggul ketimbang calon lain, lantaran kerapkali tersosialisasi melalui media massa dan secara tidak langsung dapat berfungsi sebagai iklan gratis dalam menaikkan tingkat popularitas.

Kedua, incumbent memiliki modal informasi cukup mendalam tentang peta permasalahan di daerahnya, dukungan modal logistik, dan jaringan dengan berbagai elemen masyarakat baik di pusat maupun di daerah. Jika kelebihan tersebut dimanfaatkan seefektif mungkin dalam interval lima tahun, incumbent sudah dipastikan berpeluang besar menang dalam pemilukada ketimbang calon penantang.

Ketiga, incumbent lebih banyak diuntungkan dengan jabatannya. Secara politik, jabatan bagi incumbent adalah modal prestisius, karena dengan mudah para incumbent bisa memanfaatkan program-program pemerintah daerah seperti peningkatan dana pembangunan infrastruktur serta menyalurkan bantuan-bantuan sosial dan hibah pada masyarakat menjelang pemilukada.

Keempat, incumbent bisa melakukan intervensi terhadap penyelenggara pemilukada—Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Sebab incumbent memiliki kewenangan, khususnya dalam anggaran pemilukada. Apalagi bila unsur sekretariat KPUD berasal dari pegawai pemerintah daerah, sudah barang tentu incumbent cenderung mendapatkan keistimewaan ketimbang kadidat lain.

Incumbent dan Harapan Rakyat

Menurut para filsuf, bahwa kekuasaan itu ibarat dua sisi mata uang. Jika dijalankan dengan amanah, jujur, dan bertanggung jawab, akan bermanfaat bukan saja bagi penguasa atau pemimpin, tapi juga masyarakat luas. Sebaliknya, apabila kekuasaan itu hanya digunakan untuk kepentingan sempit, kerapkali terjadi adalah penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan yang diemban.

Bisa saja dengan memanfaatkan kekuasaan untuk mengumpulkan harta dan mengembangkan investasi haram. Akibatnya, kekuasaan itu menjadi bumerang bagi sang pemimpin. Sebagaimana realitas mewartakan bahwa banyak kepala daerah atau mantan kepala daerah terjerat kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, pada akhirnya mengantar mereka ke pengadilan dan bahkan ke jeruji besi (penjara).

Kemenangan para incumbent sangatlah wajar, begitu juga dengan kekalahan. Siapapun pilihan rakyat untuk pemimpinnya harus dihormati sebagai kehendak rakyat. Sebagaimana kita bisa cermati dewasa ini bahwa rakyat semakin cerdas membedakan mana pemimpin layak untuk dipilih dan sebaliknya. Hukum alam inilah semestinya menjadi catatan penting para kandidat yang maju ke pentas pemilukada.

Sejatinya waktu lima tahun adalah lebih dari cukup untuk mendapatkan simpati rakyat. Oleh karena itu, bila peluang tersebut benar-benar dimanfaatkan incumbent selama menjabat dengan merealisasikan kebijakan prorakyat, perbaikan atau peningkatan berbagai sektor kehidupan, baik sumber daya manusia, pendidikan, kesehatan, papan, maupun pelayanan publik serta rutin mengunjungi rakyat, dalam posisi ini peluang incumbent untuk meraih kemenangan terbuka lebar bila dibandingkan calon lain.

Incumbent yang berhasil memperoleh kembali kepercayaan rakyat, mestinya menghargai kepercayaan dan kesempatan tersebut. Incumbent memunyai tanggung jawab lebih tinggi dibandingkan pemimpin baru di suatu daerah, karena incumbent sudah memahami kelebihan dan kelemahan daerah yang dipimpinnya. Dalam artian, incumbent tidak perlu lagi belajar atau menyesuaikan diri, melainkan tinggal melanjutkan program-program lima tahun di masa kepemimpinan sebelumnya serta mewujudkan janji-janji kampanye yang telah disampaikan.

Pelajaran demokrasi, kekuasaan, dan kepemimpinan memberikan hikmah tersendiri di tengah-tengah transisi demokrasi saat ini tengah berlangsung. Secara khusus para incumbent yang berhasil meraih kemenangan dalam pemilukada, sudah semestinya harus lebih baik. Kepercayaan rakyat itu sangat mahal dan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk meningkatkan kinerja pemerintahan dalam rangka mewujudkan impian, cita-cita pembangunan dan memenuhi harapan rakyat daerah.

Penulis adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Politik FISIP UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar