Rabu, 14 April 2010

Lestari Alamku...

Oleh: R. Andriadi Achmad
Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Terma “Surga Dunia” dianugerahkan kepada bangsa Indonesia mengandung makna mendalam. Secara geografis Indonesia terletak di posisi strategis, antara dua benua (Asia-Austraslia) dan dua Samudera (Pasifik-Hindia). Lebih menguntungkan lagi, negara Indonesia terletak di jantung dunia atau zamrud khatulistiwa membelah dunia. Sehingga, Indonesia berada dalam kondisi tropis—memiliki dua musim (hujan-panas).
Hutan tropis—membentang di kepulaun Indonesia dari Sabang sampai Merauke—memberikan interpretasi tersendiri akan keindahan dan keelokan alam Indonesia. Selain itu, aneka ragam hewan, tumbuhan dan semua bentuk kehidupan dapat di temukan di alam Indonesia. Oleh karena itu, tak mengherankan jika negara kita menjadi salah satu tujuan favorit pariwisata dan objek penelitian dunia.
Beberapa dekade belakangan, keelokan alam Indonesia mulai terusik. Banyak hal melatar belakangi kerusakan alam dan lingkungan hidup Indonesia. Pertama, kebakaran hutan hampir merata di seluruh Indonesia (laporan Departemen Lingkungan Hidup terjadi di 23 dari 27 propinsi Indonesia pada tahun 1997-1998). Fenomena kebakaran hutan merupakan sebuah gejala yang menegaskan telah terjadinya deforestasi massal.
Kebakaran hutan dapat mengundang peristiwa efek rumah kaca—menyebabkan ekosistem hewan akan menderita. Karena, proses pembakaran melepaskan karbon dioksida (CO2) ke udara dalam kuantitas banyak. Selain itu, kebakaran hutan juga sangat berbahaya bagi para penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).
Kedua, pencemaran limbah industri. Secara umum limbah industri berupa bahan sintetik, logam berat, serta pelbagai bahan beracun berbahaya, sulit untuk diurai melalui proses biologi (nondegradable). Limbah industri berupa Biological Oxygen Demand ( BOD) tinggi, Endapan Ca SO4, H2S, Karbon Monoksida (CO) dalan dosis tinggi, Arsen (As), Merkuri (Hg), Belerang Dioksida (SO2) pada konsentrasi 6-12 ppm, larutan alkohol, dan insektisida sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat serta menganggu seluruh keseimbangan ekologik dan biota perairan lainnya.
Salah satu potret pencemaran limbah akut adalah di Teluk Buyat, Sulawesi Utara— teridentifikasi tercemar Arsen (As) dan Merkuri (Hg). Berdasarkan acuan ASEAN Marine Water Quality Criteria 2004, arsen di sedimen dasar laut Teluk Buyat mencapai 666 mg/kg. Pencemaran teluk buyat, akibat sisa air buangan industri, telah mematikan ikan-ikan dan menimbulkan penyakit bagi masyarakat sekitar.
Ketiga, pencemaran dan perusakan sumber daya laut. Memiliki wilayah laut terluas di kawasan Asia Tenggara bahkan di dunia adalah suatu kebanggan bagi kita. Dari data Yayasan Laut Lestari Indonesia (YLLI, 2004), laut Indonesia menyimpan aneka macam hayati seperti 450 jenis kerang batu, 2.500 moluska, 1.512 krustasea, 840 spon, 745 ekinodermata, 2.334 ikan, 30 mamalia laut, dan 38 reptilia laut.
Kekayaan tersebut terancam punah, karena praktik eksploitasi sumber daya terlalu berlebihan, penebangan hutan bakau, penggunaan bom, racun atau zat kimia dalam mengambil hasil laut, pembuangan sampah berupa botol-botol minuman dan kotoran lainnya mengapung di lautan, serta pembangunan mengabaikan kelestarian alam.
Keempat, pembuangan sampah di sembarang tempat. Pamandangan sehari-hari terlihat di sekeliling kita, dimana tumpukan busukan sampah hampir di setiap tempat bahkan di tengah-tengah jalan. Selain itu, kesemrawutan pasar rakyat menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi pemerintah, nyaris tak terselesaikan.
Pada hemat penulis, ada beberapa langkah mempercepat proses pengentasan berbagai problem kerusakan dan upaya pelestarian alam Indonesia. Pertama, mengaplikasikan peraturan ketat dan hukuman berat terhadap pelanggaran, berkaitan dengan perusakan alam dan lingkungan hidup. Fenomena selama ini, pengrusakan terhadap alam dan lingkungan hidup tak tersentuh hukum.
Padahal telah termaktub dalam UU RI No. 23/1997 pasal 41, Bab IX bahwa “Barangsiapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
Kedua, menggagas budaya penanaman pohon atau kewajiban bagi setiap warga negara menanam pohom (proses reboisasi). Hal ini, dapat dikonkritkan pemerintah membuat semacam peraturan pemerintah (Perpu), bahwa setiap kelahiran seseorang bayi di Indonesia untuk membuat akta kelahiran dengan syarat telah menanam satu pohon. Ketiga, membumikan filosopi populer ‘Mensana inco pore sano’ atau ‘Jiwa Sehat terdapat dalam tubuh kuat’ ke tengah masyarakat. Hal ini, bersinergi dengan pesan “Agar budaya hidup bersih di mulai dari sekolah tingkat rendah, yaitu taman kanak-kanak.
Terenggutnya kondisi kelestarian alam dan lingkungan Indonesia secara gradual, perlu tanggapan dan penyelamatan secara serius. Kesadaran masyarakat Indonesia bahwa lingkungan hidup sangat urgen untuk diperhatikan. Semua itu, harus dimulai dari instruksi dan pengawasan ketat pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian kehutanan dan lembaga terkait untuk melestarikan alam..ku.

1 komentar:

  1. Article yang sangat menarik. Degradasi lingkungan yang sedang melanda negeri ini memang sungguh luar-biasa.

    Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kemunduran kwalitas lingkungan tersebut, namun yang paling akut adalah: faktor kepentingan ekonomi, faktor budaya setempat dan nasional, serta faktor lemahnya law enforcement.

    Semoga saja, dengan semakin menguatnya isu lingkungan saat ini baik di tataran internasional dan nasional, juga lokal, akan membangkitkan kesadaran baru masyarakat untuk mengubah way of life-nya dan cara pandang baru terhadap sumberdaya alam dan lingkungan hidup!

    BalasHapus