Selasa, 20 Oktober 2009

Tiada Kawan dan Lawan Abadi

Tiada Kawan dan Lawan Abadi

Judul : Mengungkap Politik Kartel

Penulis : Kuskridho Ambardi

Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia

Cetakan : Pertama, Agustus 2009

Tebal : xx + 404 Halaman

Harga : Rp. 60.000

Kebebasan mendirikan partai politik pasca reformasi, disambut dengan tumbuhnya ratusan parpol bak cendawan di musim penghujan. Sebagai bukti pada tahun 1999 terdaftar 181 parpol dan 48 parpol lulus verifikasi; tahun 2004 berdiri 237 parpol walaupun hanya 24 parpol memenuhi persyaratan ikutserta pemilu; dan tahun 2009 muncul 132 parpol dengan komposisi 38 parpol nasional plus 6 parpol lokal Aceh berhasil keluar sebagai peserta pemilu.

Realitas membuktikan bahwa dari sekian banyak parpol yang hadir di pentas politik Indonesia pasca reformasi, bila ditinjau dari platform, grand isu, dan ideologi (azas) hanya berkisar dalam dua kategori besar: Islam dan nasionalis. Uporia kebebasan yang dipertontonkan dengan berlomba-lomba mendirikan parpol, barangkali efek domino demokrasi semu dan keterpasungan selama Orde Baru.

Buku Mengungkap Politik Kartel hasil renungan serius Kuskridho Ambardi ini, memberikan semacam gambaran utuh bahwa kehadiran pelbagai macam parpol era reformasi di Indonesia, tidak serta merta membuat sistem kepartaian di Indonesia semakin kompetitif dan profesional. Malah sebaliknya, muncul sebuah gejala sistem kepartaian yang terkartelisasi.

Melalui kajian mendalam, Ambardi mengetengahkan bukti-bukti setidaknya ada lima ciri menunjukkan telah menggejala kartelisasi dalam sistem kepartaian di Indonesia. Pertama, hilangnya peran ideologi partai sebagai faktor penentu perilaku koalisi partai; Kedua, sikap permisif dalam pembentukan koalisi; Ketiga, tiadanya oposisi atau oposisi absen; Keempat, hasil-hasil pemilu hampir tidak berpengaruh dalam menentukan perilaku parpol; Kelima, kuatnya kecenderungan partai untuk bertindak secara kolektif sebagai satu kelompok.

Indikator diatas juga diperkuat dengan sebuah fenomena cukup unik, dimana pada masa kampanye partai-partai politik saling bersaing sengit. Namun begitu pemilu usai segala pertentangan seolah lenyap disapu angin dan berganti dengan kerjasama serta saling membangun jembatan silaturrahim. Koalisi-koalisi yang terbentuk pun menjadi aneh dan tidak bersifat ideologis.

Buku ini sangat relevan memotret deskriptif kartelisasi dan perilaku parpol di Indonesia pasca reformasi. Sangat sulit untuk menebak peta dan arah politik parpol di Indonesia, terkesan bermuara pada kepentingan dan kekuasaan. Sebagai sebuah ilustrasi, dimana perseteruan PDI-P versus Demokrat versus Golkar pada seputar pemilu 2009 terbuka lebar di ruang publik, tidak menutup kemungkinan akan berujung pada koalisi dalam pemerintah yang akan dilantik 20 Oktober 2009.

Melalui penelitian tentang sistem kepartaian yang berfokus pada interaksi antarpartai, dalam rentang interval waktu selama tiga tahun Kuskridho Ambardi bertapa menyelesaikan disertasi ini di Ohio State University. Adapun benang vital kesimpulan dari pembahasan buku pakar politik UGM ini adalah bahwa parpol-parpol Indonesia telah membentuk suatu sistem kepartaian yang terkartelisasi, meminjam terminologi populer dalam politik “tiada kawan dan lawan abadi.”

Peresensi adalah R. Andriadi Achmad

Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar